USAHA MENEGAKKAN HAM DI INDONESIA
1.
Pemerintahan
Sejak memasuki era reformasi, kita
mengalami situasi yang lebih bebas dibandingkan dengan zaman Orde Baru.
Sekarang kita dapat bebas mengemukakan pendapat, berdemonstrasi, berserikat,
dsb. Hak Asasi kita sedikit mendapat peluang.namun, masih banyak hak asasi dan
hak sipil warga yang belum sungguh ditegakkan, terlebih hak rakyat kecil.
Kita memiliki lembaga-lembaga
penegak hukum seperti pengadilan, kejaksaan, dan kepolisian, namun tidak
berfungsi seperti semestinya, bahkan disana-sini menjadi sarang pelanggaran
HAM. Lembaga eksekutif dan legeslatif belum semuanya bersih dari dosa
pelanggaran HAM.
Pemerintahan mengeluarkan
Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia, Keputusan Presiden tentang Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia, Tap MPR tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang RI
tentang Kemerdekaan menyampaikan Pendapat di Muka Umum, Undang-Undang RI
tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Ketentuan-ketentuan tersebut sebenarnya
menjadi tanda bahwa bangsa Indonesia
begitu konsen dalam menegakkan hak asasi Manusia, tetapi sering hanya tinggal
diatas kertas.
2. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas
HAM)
Komnas HAM sudah dibentuk sejak rezim Orde Baru. Lembaga
ini sekarang mungkin sudah berfungsi lebih baik dibandingkan dengan pada masa
rezim Orde Baru. Namun, lembaga ini masih sulit bekerja secara maksimal, karena
sering berhadapan dengan tembok sistem dan struktur politik yang sulit
ditembus. Kesulitan lain ialah bahwa anggota Komnas HAM dimasuki oleh
unsure-unsur yang mempunyai kepentingan sendiri, yang menyebabkan Komnas HAM
berjalan tersendat-sendat.
Banyak lembaga swasta lain seperti : Indonesian Corruption
Wacth (ICW), Komisi untuk orang hilang dan korban tindak kekerasan
(Kontras),dll.sering mandeg, sebab mereka sering dihalang oleh sistem dan
struktur politik, ekonomi, dan budaya yang ada.
3. Gereja
Sepanjang sejarahnya, Gereja dengan
berbagai cara telah memperjuangkan nasib orang-orang miskin, walaupun tidak
selalu tepat dalam cara dan waktunya.
Enklisik-enklisik para Paus merupakan acuan pertama bagi
ajaran sosial Gereja untuk memperjuangkan kaum miskin. Di samping
enklisik-enklisik, ada pernyataan dari konferensi-konferensi para uskup yang
memabahas tentang pewartaan iman untuk menanggapi tantangan kemasyarakatan dan
politik dalam hubungannya dengan rakyat miskin. Konperensi Wali gereja
Indonesia (KWI) dalam banyak surat
gembalanya menyerukan supaya hak-hak rakyat kecil diperhatikan dan ditegakkan.
KWI selalu berpegang teguh pada
ajaran sosial Gereja antara lain menegaskan bhawa “ karena semua manusia
mempunyai jiwa berbudi dan diciptakan menurut citra Allah, karena mempunyai
kodrat dan asal yang sama, serta karena penebusan Kristus mempunyai panggilan dan
tujuan ilahi sama, maka kesamaan asasi antara manusia harus senantiasa diakui “
(Gaudium et Spes, Art 29).
Dari ajaran diatas tampak pandangan
Gereja tentang hak asasi, yakni hak yang melekat dari diri manusia sebagai
insan ciptaan Allah. Hak ini tidak diberikan kepada seseorang karena kedudukan,
pangkat atau situasi; hak ini dimiliki setiap orang sejak lahir, karena dia
seorang manusia. Hak ini bersifat asasi bagi manusia, karena jika hak ini
diambil, ia tidak dapat hidup sebagai manusia lagi. Oleh karena itu, hak asasi
manusia merupakan tolok ukur dan pedoman yang tidak dapat diganggu gugat an
harus di tempatkan di atas segala aturan hukum.
Gereja mendesak diatasinya dan
dihapusnya “ setiap bentuk diskriminasi, entah yang bersifat sosial atau
kebudayaan, entah yang didasarkan pada jenis kelamin, warna kulit, suku,
keadaan sosial, bahasa ataupun agama, karena berlawanan dengan maksud dan
kehendak Allah” (Gaudium et Spes, Art. 29).