Dalam Kitab Suci Perjanjian Baru,
kita dapat melihat bahwa pewartaan, sikap, dan tindakan Yesus berpihak berpihak
pada kaum miskin zamannya. Yesus tidak mengucilkan dan membenci para penguasa
dan kaum kaya. Namun , Ia serinag menyerang para penguasa agama dan
politik yang memperberat hidup orang-orang kecil yang tidak berdaya.
Yesus rupanya menganalisis situasi
zamanNya sehingga I dapat melihat bahwa keterpurukan orang-orang kecil
disebabkan oleh kemunafikan dan keserakahan para pemimpin agama dan politik.
Yesus mengajak orang-orang kecil untuk mengatasi kekurangan dan kemiskinan
mereka dengan kerelaan untuk saling membagi dan memberi. Mereka harus solider
satu sama lain. Kekurangan dan kemiskinan yang diderita oleh sebagaian besar
rakyat disebabkan oleh keserakahan segelintir orang berkuasa dan kaya. Ajaran
dan sikap Yesus ini dihayati oleh para pengikut Nya, yaitu umat perdana yang hidup
pada awal Gereja.
Terhadap wanita, Yesus menampilkan
sikap amat terbuka. Ia memang bukan pembebas bagi wanita, melainkan pembebas
bagi setiap pribadi dengan keberanian menerima kemerdekaan secara
bertanggungjawab. Yesus berani berdiri pada pihak yang kurang beruntung,
pendosa, orang miskin, wanita,orang sakit, dan tersingkir, baik orang Yahudi
maupun bukan Yahudi. Dengan semangat kasihNya yang tanpa pamrih, Yesus rela
membela mereka yang tidak mempunyai pembela. Ia berani menghadapi berbagai
berbagai tantangan bagi mereka yang harus mendapatkan perlakuan yang wajar
sebagai pribadi, baik wanita maupun laki-laki. Yesus amat mudah bergaul dengan
wanita tanpa takut kehilangan nama baik. Ia berbicara terbuka dengan wanita dan
dengan cara itu Ia melawan arus zamanNya. Yesus menerima bantuan wanita dan
menghormati mereka. Kesaksian dalam Injil tentang pengalaman kebangkitanNya
ditawarkan lewat pengalaman para wanita. Hal ini jelas merupakan kenyataan yang
tidka dapat dielakkan dalam perjanjian Baru. Yesus menghargai kedudukan dan
peran wanita dalam kehidupan bersama.