Sejak perkembangan industri modern,
massa buruh
berjubel ke kota-kota besar tanpa jaminan masa depan. Maka timbullah berbagai
masalah sosial baru yang berat anatara lain upah yang adil, kepastian tempat
kerja, hak mogok, yang pada dasarnya mempertanyakan juga adil tidaknya struktur
masyarakat itu sendiri.
Supaya tidak tertinggal dari
gerakan komunisme yang memperjuangkan nasibkaum buruh, ada imam-imam yang mulai
melibatkan diri dalam pastoral kaum seperti imam muda dalam kisah di atas.
Kemudian, para Paus pun mulai mengeluarkan ensiklik-ensiklik yang memuat ajaran
sosial Gereja.
1.
Arti dan
Makna Ajaran Sosial Gereja
Ajaran sosial gereja adalah gereja
mengenai hak dan kewajiban berbagai anggota masyarakat dalam hubungannya dengan
kebaikan bersama dalam lingkup nasional maupun internasional..
Ajaran sosial Gereja merupakan
tanggapan Gereja terhadap fenomena atau persoalan-persoalan yang dihadapi oleh
umat manusia dalam bentuk himbauan, kritik dan dukungan. Ajaran sosial Gereja
bersifat lunak, bila dibandingkan dengan ajaran Gereja dalam arti ketat, yaitu
dogma. Dengan kata lain, ajaran sosial Gereja merupakan bentuk keprihatinan
Gereja terhadapa dunia dan umat manusia dalam wujud dokumen yang perlu
disosialisasikan.
Karena masalah-masalah yang
dihadapi oleh manusia beragama bervariasi, dan ini dipengaruhi oleh semangat
dan kebutuhan zaman, maka tanggapan Gereja juga bervariasi sesuai dengan isu
sosial yang muncul.
2.
Ensiklik-Ensiklik
dan Dokumen Konsili Vatikan II Memuat Ajaran Sosial Gereja Sepanjang Masa
a.
Ajaran Sosial
gereja dari Rerum Novarum sampai dengan Konsili Vatikan II
ü Ajaran
sosial Gereja dalam dunia modern berawal dari tahun 1981, ketika Paus Leo XIII
mengeluarkan ensiklik Rerum Novarum. Dalam ensiklik itu Paus dengan tegas
menentang kondisi-kondisi yang tidak manusiawi yang menjadi situasi buruk bagi
kaum buruh dalam masyarakat industri. Paus mengatakan 3 faktor kunci yang
mendasari kehidupan ekonomi, yaitu buruh, modal, dan Negara. Paus juga
menunjukkan bahwa saling hubungan yang wajar dan adil antara tiga hal itu
menjadi masalah pokok ajaran sosial Gereja.
ü Pada
tahun 1931, pada peringatan Ke-40 tahun Rerum Novarum, Paus Pius XI menulis
ensiklik Quadragesimo Anno. Dalam ensiklik itu, Paus Pius XI masalah-masalah
ketidakadilan sosial dan mengajak semua pihak untuk mengatur kembali tatanan
sosial berdasarkan apa yang telah ditunjukkan oleh Paus Leo XIII dalam Rerum
Novarum.
Paus Pius XI menegaskan kembali
hak dan kewajiban Gereja dalam menanggapi masalah-masalah sosial, mengamcam
kapitalisme dan persaingan bebas serta komunisme yang menganjurkan pertentangan
kelas dan pendewaan kepemimpinan kediktatoran kelas buruh. Paus menegaskan
perlunya tanggungjawab sosial dari milik pribadi dan hak-hak kaum buruh atas
kerja, upah yang adil, serta berserikat guna melindungi hak-hak mereka.
ü Tiga
puluh tahun kemudian, Paus Yohanes XXVIII menulis dua ensiklik untuk menanggapi
masalah-masalah pokok zamannya, yaitu Mater et Magistra (1961) dan Pacem in
Terris (1963). Dalam dua ensiklik ini, Paus Yohanes XXVIII menyampaikan
sejumlah petunjuk bagi umat Kristiani dan para pengambil kebijakan dalam menanggapi
kesenjangan di antara bangsa-bangsa yang kaya dan miskin, dan ancaman terhadap
perdamaian dunia. Paus mengajak orang-orang Kristiani dan “semua orang yang
berkehendak baik” bekerja sama menciptakan lembaga-lemabaga sosial (local,
nasional, ataupun internasional), sekaligus menghargai martabat manusia dan
menegakkan keadilan serta perdamaian.
b.
Ajaran sosial
Gereja sesudah Konsili Vatikan II
ü Ketika
Paus Yohanes XXVIII mengadakan Konsili Vatikan II dalam bulan oktober 1962, dia
membuka jendela Gereja agar masuk udara segar dunia modern. Konsili ekumenis
yang ke-21 inilah yang pertama kali merefleksikan Gereja yang sungguh-sungguh
mendunia. Selama tiga tahun, para cardinal dan para uskup dari berbagai penjuru
dunia dan hampir semua bangsa berkumpul untuk mendiskusikan hakikat Gereja
dalam dunia modern ini termuat dalam Konstitusi Pastoral Gaudium et Spes
(Kegembiraan dan Harapan). Dalam Gaudium et spes ini, para bapa konsili
meneguhkan bahwa perutusan khas religius Gereja memberinya tugas, terang dan kekuatan
yang dapat membantu pembentukan dan pemantapan masyarakat manusia menurut hukum
Ilahi. Keadaan, waktu, dan tempat menuntut agar Gereja dan bahkan memulai
kegiatan sosial demi semua orang.
ü Sejak
Konsili Vatikan II, pernyataan-pernyataan Paus Paulus VI dan Yohanes Paulus II,
sinode para uskup dan konperensi-konperensi para uskup regional maupun nasional
semakin mempertajam perenan Gereja dalam tanggung jawab terhadap dunia yang
sedang berubah dengan pesat ini. Kedua Paus dan para uskup itu sepenuhnya sadar
bahwa mencari kehendak Allah dalam arus sejarah dunia bukanlah tugas yang
sederhana. Mereka juga menyadari bahwa Gereja tidak mempunyai pemecahan yang
langsung dan secara universal dapat memecahkan masalah-masalah masyarakat yang
kompleks dan semakin mendesak.
Ada tiga dokumen yang secara khusus memberi
sumbangan Gereja mengenai tanggung jawab
itu :
Þ
Dalam Dokumen Populorum Progresssio (1967), Paus
Paulus VI menanggapi jeritan kemiskinan dan
kelaparan dunia, menunjukkan adanya ketidakadilan structural. Ia
menghimbau Negara-negara kaya maupun miskin agar bekerja sama dalam semangat
solidaritas untuk membangun “tata keadilan dan membaharui tata dunia”.
Þ
Dokumen kedua berupa surat apostolic Octogesima
Adveniens yang ditulis oleh Paus Paulus VI tahun 1971 untuk merayakan 80 tahun
dokumen Rerum Novarum. Dalam surat
ini ditengahkan bahwa kesulitan menciptakan tatanan baru melekat dalam proses
pembangunan tatanan itu sendiri. Paus Paulus VI sekaligus menegaskan peranan
jemaat-jemaat Kristiani dalam mengemban tanggung jawab baru ini.
Þ
Pada tahun itu juga, para uskup dari seluruh
dunia berkumpul dalam sinode dan menyiapkan pernyataan keadilan didalam dunia.
Dalam dokumen ketiga yang membeberkan pengaruh Gereja yang mendunia, para uskup
mengidentifikasikan dinamika Injil dengan harapan-harapan manusia akan dunia
yang lebih baik. Para uskup mendesak agar
keadilan diusahakan di berbagai lapisan masyarakat, terutama di antara
bangsa-bangsa kaya dan kuat, serta bangsa-bangsa yang miskin dan lemah.
ü Dalam
tahun 1981, Paus Yohanes Paulus II, mengeluarkan ensiklik yang berjudul Laborem
Excercens. Ensiklik ini membahas makna kerja manusia. Manusia dengan bekerja
mengembangkan karya Allah dan memberi sumbangan bagi terwujudnya rencana
penyelamatan Allah dalam sejarah. Tenaga kerja harus lebih diutamakan daripada
modal dan teknologi.
ü Dalam
ensiklik Sollicitudo Rei Socialis (1987), Paus Yohanes Paulus II mengangkat
kembali tentang pembangunan yang mengeksploitasi orang-orang kecil. Beliau
berbicara tentang struktur-struktur dosa yang membelenggu masyarakat.
ü Dalam
ensiklik Centesimus Annus (1991), Paus Yohanes Paulus II mengungkapkan bahwa
Gereja hendaknya terus belajar untuk bergumul dengan soal-soal sosial.