Tuesday, March 26, 2013

AJARAN SOSIAL GEREJA DI INDONESIA

KRITIK Pdt. Fridalin Ukur kiranya ada benarnya. Keprihatinan Gereja-Gereja terhadap orang-orang miskin di Indonesia, rasanya belum terlalu kuat. Khusus untuk umat katolik, mungkin saja ajaran-ajaran sosial Gereja belum terlalu dipahami dan diamalkan. Mengapa?


1.      Penampilan Gereja di Indonesia lebih merupakan penampilan Ibadat daripada penampilan gerakan sosial. Seandainya ada penampilan sosial, hal itu tidak merupakan penampilan utama. Penampilan sosial yang ada sampai sekarang merupakan penampilan sosial karitatif, seperti membantu orang miskin, mencari pekerjaan bagi pengangguran, dan sebagainya. Demikain juga, mereka yang datang kegereja adalaha orang-orang yang telah menjadi puas bila dipenuhi kebutuhan pribadinya dengan kegiatan ibadat atau sedah cukup senang dengan memberi dana sejumlah uang bagi mereka yang sengsara. Namun, mencari sebab-sebab mengapa sebagai hal yang berhubungan dengan iman.
Padahal, kita tahu ajaran sosial Gereja lebih mengundang kita untuk tidak merasa kasihan kepada para korban, tetapi mencari sebab-sebab mengapa terjadi korban dan mencari siapa penyebabnya. Mungkin saja bahwa penyebabnya adalah orang-orang yang mengaku beriman katolik itu sendiri.

2.      Warga Gereja Katolik yang hidup kecukupan tidak termasuk di dalam kelompok orang-orang yang benar-benar menderita. Kalupun ada orang katolik yang begitu prihatin pada korban, mereka tetap berada sebagai orang lain daripada yang menjadi korban itu sendiri. Mereka merasa tidak terlibat.

3.      Ada orang-orang katolik yang begitu sadar akan “kekecilannya”, mereka sering berucap :”Kami hanya minoritas ….” Kesadaran minoritas itu lebih banyak digunakan untuk tidak berbuat. Itu berarti bahwa kesadaran tersebut banyak digunakan untuk mencari alasan untuk tidak mengadakan perubahan, memaksa diri puas dengan apa yang telah dicapai.
Karena merasa kecil, maka kita tergoda untuk mencari aman pada yang kuat. Dengan demikian, jelas betapa sulitnya untuk melaksanakan ajaran sosial Gereja bila yang dianggap kuat itu justru menjadi penyebab munculnya korban-korban tata sosial yang ada.

4.      karena perkara sosial dijadikan ajaran, maka perkara-perkara sosial tersebut menjadi bahan tertulis yang dapat dipelajari, diketaui, dipahami, dipuji, dijadikan bahan seminar, atau dicita-citakan, padahal, perkara-perkara sosial itu baru memiliki arti jika sudah pada tahap pelaksanaan.