Uang, harta, dan
kekayaan pasti mempunyai nilai, maka kita harus berusaha untuk memilikinya.
Namun, kita yang harus menguasai harta, bukan harta yang menguasai kita. Uang,
harta, dan kekayaan tidak boleh dimutlakkan, sehingga menghalangi kita untuk
mencapai nilai-nilai luhur, yakni Kerajaan Allah. Jika kita hanya terobsesi dan
bernafsu untuk mengutamakan kekayaan, maka kita sudah mendewakan harta.
Nafsu untuk
mengumpulkan uang atau kekayaan agaknya bertentangan dengan usaha mencari
kerajaan Allah. Betapa sulitnya orang kaya masuk kedalam Kerajaan Allah,
seperti halnya seekor unta masuk ke dalam lubang jarum(Mrk 10 : 25). Maksudnya,
Yesus mendorong agar orang kaya memiliki semangat solidaritas terhadap orang
miskin dan menderita dan suka membantu mereka dengan kekayaannya.
Yang dituntut
oleh Yesus bukan hanya sekedar derma, melainkan usaha nyata dari orang kaya
untuk membebaskan orang dari kemiskinan dan penderitaan.
2.
Kekuasaan
dan Kerajaan Allah
Kekuasaan itu sangat bernilai. Namun, orang
tidak boleh memutlakkannya sehingga usaha kita membangun kerajaan Allah
terhalang. Ada
dua cara yang sangat berbeda dalam mengerti dan melaksanakan kekuasaan. Yang
satu adalah penguasaan, yang lain adalah pelayanan. Kekuasaan dalam kerajaan
Allah tidak mementingkan diri sendiri dan kelompoknya.
Kebanyakan
pemimpin Yahudi (imam-imam kepala, tua-tua, ahli kitab, dan orang farisi)
kebanyakan adallah penindas. Kekuasaan sering membuat mereka menguasai dan
menindas orang lain (terlebih yang lemah) dengan memanipulasi hukum Taurat.
Yesus tidak
menetang hukum Taurat sebagai hukum. Tetapi, Yesus menentang cara orang
menggunakan hukum dan sikap mereka terhadap hukum. Para
ahli kitab dan orang-orang farisi telah menjadikan hukum sebagai beban, padahal
seharusnya merupakan pelayanan (Mat 23 : 4; Mrk 2 : 27 ). Tetapi juga menolak
setiap hukum dan penafsiran yang digunakan untuk menindas orang. Menurut Yesus,
hukum barus berciri pelayanan, bels kasih, dan cinta. Dalam Kerajaan Allah,
kekuasaan, wewenang dan hukum melulu fungsional.
3.
Kehormatan/Gengsi
dan Kerjaan Allah
Kehormatan atau
gengsi adalah nilai yang sangat dipertahankan orang. Gengsi dan kedudukan
sering dianggap lebih penting daripda segala sesuatu. Orang akan memilih bunuh
diri atau berkelahi sampai mati daripada kehilangan gengsi atau harga dirinya.
Kedudukan dan gengsi / harga diri sering didasarkan pada keturunan, kekayaan,
kekuasaan, pendidikan, dan keutamaan. Akibat adanya gengsi dan kedudukan inilah
masyarakat dapat terpecah-pecah di dalam kelompok-kelompok. Ada kelompok yang memiliki status social
tinggi dan ada kelompok yang memiliki status social rendah. Sebenarnya, siapa
saja yang begitu lekat pada gengsi dan harga diri tidak sesuai dengan
nilai-nilai Kerajaan Allah yang dicanangkan oleh Yesus.
Yesus mengatakan
: “ siapakah yang terbesar dalam kerajaan Allah? Aku berkata kepadamu,
sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil itu, kamu
tidak akan masuk ke dalam kerajaan surga” (Mat 18 : 3), menjadikan dirinya
kecil seperti anak-anak kecil (Mat 18 : 4).
Kerajaan yang
diwartakan dan dikehendaki oleh Yesus adalah suatu masyarakat yang tidak
membeda-bedakan lebih rendah atau lebih tinggi. Setiap orang akan dicintai dan dihormati, bukan Karena pendidikan, kekayaan,
asal usul, kekuasaan, status, keutamaan atau keberhasilan-keberhasilan lainnya,
tetapi karena ia adalah pribadi yang diciptakan Allah sebagai citraNya.
4.
Solidaritas
dan kerajaan Allah
Perbedaaan pokok
kerajaan dunia dan Kerajaan Allah bukan Karena keduanya mempunyai bentuk
solidaritas yang berbeda. Kerajaan dunia sering dilandaskan pada solidaritas
kelompok yang eksklusif ( suku, agama, ras, keluarga dan sebaginya) dan demi
kepentingan sendiri. Sementara, Kerajaan Allah dilandasi solidaritas yang mencakup
semua umat manusia. “ Kamu telah mendengarkan Firman : Kasihilah sesama manusia
dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu : kasihilah musuhmu dan
berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu” (Mat 5 : 43-44). Dalam kutipan ini,
Yesus memperluas pengetian “saudara” . saudara tidak hanya teman, tetapi juga
mencakup musuh: “ Kasihilah Musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci
kamu : mintalah berkat bagi orang yang mengutukkamu, berdoalah untuk orang yang
mencaci kamu” (Luk 6 : 27 – 28). “Dan jika kamu mengasihi orang yang mengasihi
kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosa pun mengasihi juga orang yang
mengasihi mereka” (Luk 6:32).
Solidaritas
kelompok (mengasihi orang yang mengasihi kamu) bukanlah solidaritas menurut
Yesus. Solidaritas yang dikehendaki oleh Yesus adalah solidaritas terhadap
semua orang tanpa memandang bulu, termasuk juga musuh.