Thursday, February 21, 2013

NILAI-NILAI DUNIAWI DAN NILAI –NILAI KERAJAAN ALLAH


1.      Uang/Harta  dan Kerajaan Allah
Uang, harta, dan kekayaan pasti mempunyai nilai, maka kita harus berusaha untuk memilikinya. Namun, kita yang harus menguasai harta, bukan harta yang menguasai kita. Uang, harta, dan kekayaan tidak boleh dimutlakkan, sehingga menghalangi kita untuk mencapai nilai-nilai luhur, yakni Kerajaan Allah. Jika kita hanya terobsesi dan bernafsu untuk mengutamakan kekayaan, maka kita sudah mendewakan harta.
Nafsu untuk mengumpulkan uang atau kekayaan agaknya bertentangan dengan usaha mencari kerajaan Allah. Betapa sulitnya orang kaya masuk kedalam Kerajaan Allah, seperti halnya seekor unta masuk ke dalam lubang jarum(Mrk 10 : 25). Maksudnya, Yesus mendorong agar orang kaya memiliki semangat solidaritas terhadap orang miskin dan menderita dan suka membantu mereka dengan kekayaannya.
Yang dituntut oleh Yesus bukan hanya sekedar derma, melainkan usaha nyata dari orang kaya untuk membebaskan orang dari kemiskinan dan penderitaan.
     
2.      Kekuasaan dan Kerajaan Allah
Kekuasaan itu sangat  bernilai. Namun, orang tidak boleh memutlakkannya sehingga usaha kita membangun kerajaan Allah terhalang. Ada dua cara yang sangat berbeda dalam mengerti dan melaksanakan kekuasaan. Yang satu adalah penguasaan, yang lain adalah pelayanan. Kekuasaan dalam kerajaan Allah tidak mementingkan diri sendiri dan kelompoknya.
Kebanyakan pemimpin Yahudi (imam-imam kepala, tua-tua, ahli kitab, dan orang farisi) kebanyakan adallah penindas. Kekuasaan sering membuat mereka menguasai dan menindas orang lain (terlebih yang lemah) dengan memanipulasi hukum Taurat.
Yesus tidak menetang hukum Taurat sebagai hukum. Tetapi, Yesus menentang cara orang menggunakan hukum dan sikap mereka terhadap hukum. Para ahli kitab dan orang-orang farisi telah menjadikan hukum sebagai beban, padahal seharusnya merupakan pelayanan (Mat 23 : 4; Mrk 2 : 27 ). Tetapi juga menolak setiap hukum dan penafsiran yang digunakan untuk menindas orang. Menurut Yesus, hukum barus berciri pelayanan, bels kasih, dan cinta. Dalam Kerajaan Allah, kekuasaan, wewenang dan hukum melulu fungsional.

3.      Kehormatan/Gengsi dan Kerjaan Allah
Kehormatan atau gengsi adalah nilai yang sangat dipertahankan orang. Gengsi dan kedudukan sering dianggap lebih penting daripda segala sesuatu. Orang akan memilih bunuh diri atau berkelahi sampai mati daripada kehilangan gengsi atau harga dirinya. Kedudukan dan gengsi / harga diri sering didasarkan pada keturunan, kekayaan, kekuasaan, pendidikan, dan keutamaan. Akibat adanya gengsi dan kedudukan inilah masyarakat dapat terpecah-pecah di dalam kelompok-kelompok. Ada kelompok yang memiliki status social tinggi dan ada kelompok yang memiliki status social rendah. Sebenarnya, siapa saja yang begitu lekat pada gengsi dan harga diri tidak sesuai dengan nilai-nilai Kerajaan Allah yang dicanangkan oleh Yesus.
Yesus mengatakan : “ siapakah yang terbesar dalam kerajaan Allah? Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil itu, kamu tidak akan masuk ke dalam kerajaan surga” (Mat 18 : 3), menjadikan dirinya kecil seperti anak-anak kecil (Mat 18 : 4).
Kerajaan yang diwartakan dan dikehendaki oleh Yesus adalah suatu masyarakat yang tidak membeda-bedakan lebih rendah atau lebih tinggi. Setiap orang akan dicintai  dan dihormati, bukan Karena pendidikan, kekayaan, asal usul, kekuasaan, status, keutamaan atau keberhasilan-keberhasilan lainnya, tetapi karena ia adalah pribadi yang diciptakan Allah sebagai citraNya.

4.      Solidaritas dan kerajaan Allah
Perbedaaan pokok kerajaan dunia dan Kerajaan Allah bukan Karena keduanya mempunyai bentuk solidaritas yang berbeda. Kerajaan dunia sering dilandaskan pada solidaritas kelompok yang eksklusif ( suku, agama, ras, keluarga dan sebaginya) dan demi kepentingan sendiri. Sementara, Kerajaan Allah dilandasi solidaritas yang mencakup semua umat manusia. “ Kamu telah mendengarkan Firman : Kasihilah sesama manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu : kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu” (Mat 5 : 43-44). Dalam kutipan ini, Yesus memperluas pengetian “saudara” . saudara tidak hanya teman, tetapi juga mencakup musuh: “ Kasihilah Musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu : mintalah berkat bagi orang yang mengutukkamu, berdoalah untuk orang yang mencaci kamu” (Luk 6 : 27 – 28). “Dan jika kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosa pun mengasihi juga orang yang mengasihi mereka” (Luk 6:32).
      Solidaritas kelompok (mengasihi orang yang mengasihi kamu) bukanlah solidaritas menurut Yesus. Solidaritas yang dikehendaki oleh Yesus adalah solidaritas terhadap semua orang tanpa memandang bulu, termasuk juga musuh.