1.
Kitab Suci
Perjanjian Lama
Umat Perjanjian Lama percaya
akan Allah Pencipta, yang gembira atas karya Nya Bagi Allah, hidup, khususnya
hidup manusia, amat berharga. Umat Allah percaya akan yang cinta hidup,
mengandalkan Allah yang membangkitkan orang mati, dan membela hidup melawan
maut. Tuhan itu Allah orang hidup, maka: “Jangan Membunuh!” (Kel 20:13) (firman
kelima).
Ajakan
firman kelima ini jelas, yakni tidak membunuh orang dan tidak membunh diri
sendiri, tetapi pengaturannya tidak begitu sederhana. Misalnya, untuk hukuman
mati dan perang rupanya diperkenankan.
Contoh:
seorang anak bandel yang tidak menghormati orang tuanya. Anak macam ini harus
dibawa ke pengadilan dan “semua orang sekotanya (harus) melempari anak itu
dengan batu hingga mati” (UI 21:20). Masih ada banyak hukuman mati yang lain.
Misalnya hukuman mati untuk hujat, untuk pelanggaran orang lain, dan
sebagainya.
Selanjutnya,
diceritakan bahwa dalam perang “manusia semua dibunuh dengan mata pedang,
sehingga orang-orang itu dipunahkan semua” (Yos 11 : 14).
Seseorang
hanya dapat dikatakan membunuh jika dia melakukan perbuatan itu dengan sengaja
dan orang yang dibunuh itu tidak bersalah dan tidak membuat perlawanan. Jadi,
hukuman mati dan terjadinya pembunuhan dalam perang diperbolehkan.
2.
Kitab suci
Perjanjian Baru
Kitab Suci Perjanjian Baru tidak
hanya melarang pembunuhan, tetapi ingin membangun sikap hormat dan kasih akan
hidup. Hal itu dijelaskan oleh sabda Yesus sendiri dalam Khotbah diBukit:”Kamu
telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita : jangan membunuh;
siapa yang membunuh harus dihukum. Tetapi Aku berkata Kepadamu: setiap orang
yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada
saudaranya: Kafir! Harus di hadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata:
Jahil! Harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala0nyala” (Mat 5: 21-22).
Membunuh
berarti membuang sesama dari persaudaraan manusia, entah dengan membunuhnya,
entah dengan mengkafirkannya, entah dengan membenci. Dalam lingkungan
murid-murid Yesus, tidak membunuh saja tidaklah cukup. Murid-murid Yesus masih
perlu menerima sesama sebagai saudara dan jangan sampai mereka mengucilkan
seseorang dari lingkungan hidup. Bahkan, berbuat wajar saja sering kali tidak
cukup, sebab:” Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu?
Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian? Dan apabila kamu memberi salam
kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya daripada perbuatan orang lain?”
(Mat 5: 46-47).
Hidup
setiap orang harus dipelihara dengan kasih. Orang samaria yan baik hati mendobrak batas-batas
kebangsaan, agama, dan sebagainya. Jangan sampai seseorang kehilangan hidupnya.
Hidup manusia tidak boleh dimusnahkan dengan kekerasan, tidak boleh dibahayakan
dengan sembrono (seperti sering terjadi dalam lallu lintas), tidak boleh
diancam karena benci, dan sebaginya. Sebab, setiap orang adalah anak Allah.
3.
Ajaran
Kristiani
Perkembangan sosial dan ekonomi
serta kemajuan ilmu-ilmu (khususnya ilmu kedokteran) menimbulkan banyak
pertanyaan baru perihal hidup. Misalnya: soal aborsi, euthanasia, hukuman mati,
perang dsb.
Usaha
melindungi hidup serta meningkatkan mutunya bagi semuanya bagi semua, sering
melakukan dalam konflik. Misalnya, konflik antara menyelamatkan nyawa ibu atau
melakukan aborsi, dsb. Konflik semacam ini sering kali diselesaikan dengan
mempertimbangkan aneka kepentingan. Jika orang terpaksa memilih, ia harus
memilih kepentingan dan nilai yang paling tinggi, yakni nilai yang paling
dasariah bagi hidup manusia dan paling mendesak. Namun, dalam praktik sering
tidak gampang membuat pilihan. Di bawah ini disinggung satu dua soal berhubungan
dengan masalah pilihan itu.
a.
Perang
Konsili Vatikan II juga menanggapi
masalah, bahwa”perang belum enyah dari kehidupan manusia” dan “ setiap hari, di
mana pun juga, perang meneruskan permusuhannya” (Gaudium et Spes, art.79).
“juga kalau tidak berkecamuk peperangan, dunia senantiasa dilanda kekerasan dan
pertentangan antar manusia” (Gaudium et Spes, art. 83).
Selama”pemerintah-pemerintah mempunyai kewajiban berat menjaga kesejahteraan
rakyat dan membela rakyat”, jika perlu juga dengan perang. Menurut tradisi,
perang pembelaan seperti itu adil jika:
Dilaksanakan secara terbatas
Tidak melanda penduduk sipil
Demi menegakkan keadilan dan tidak menciptakan
ketidakadilan baru.
Dalam Ensiklik Pacem in Terris, Paus
Yohanes XXIII mengatakan bahwa perang tidak lagi boleh dipandang sebagai sarana
menegakkan kembali keadilan. Keamanan masyarkat tidak dapat dijamin dengan
tertib yang dikontrol dengan senjata. Masyarakat hanya menjadi aman jika dalam
kebersamaan diakui hak asasi setiap orang.
b.
Hukuman Mati
Gereja tidak mendukung adanya hukuman
mati, namun tidak melarangnya juga. Gereja mempertahankan bahwa kuasa Negara
yang sah berhak menjatuhkan hukuman mati dalam kasus yang amat berat.
Memang, dalam kebanyakan kebudayaan,
hukuman mati diberlakukan. Namun, dalam etika (termasuk moral katolik), makin
diragukan alasan-alasan yang membenarkan hukuman mati, sebab sama sekali tidak
jelas, manakah perkara-perkara yang amat berat yang dapat membenarkan hukuman
mati.
4.
aborsi dan
Eutanasia
(Akan dipelajari tersendiri)
5.
Bio Etika
Pada saat ini terdapat banyak diskusi
menyangkut hidup manusia dalam hubungan dengan penemuan-penemuan baru,
misalnya: inseminasi buatan, bayi tabung, operasi ganti kelamin, cloning, dsb.
Semua pernyataan berkaitan dengan masalah tersebut belum mendapat jawaban yang
jelas dari teologi moral dan belum diatur juga oleh hukum Negara.
Dalam banyak hal praktik kedokteran
menjadi lebih hati-hati karena makin disadari bahwa wujud hidup tidak mungkin
direkayasa dengan operasi dan kualitas hidup tidak dapat dibeli dengan obat.
Prinsip umum bagi orang Kristiani adalah
hidup manusia harus dihargai dan dihormati, tidak boleh disepelekan dan
direkayasa. Hidup menyangkut martabat manusia yang adalah citra Allah sendiri.