Wednesday, May 1, 2013

PERJUANGAN MENEGAKKAN HAM DI INDONESIA


1.      Pelanggaran Hak Asasi di Indonesia
Pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia sudah berlangsung lama, yakni sejak zaman feudal, kemudian zaman colonial Belanda dan pendudukan Jepang, dan masih disambung dengan zaman demokrasi terpimpin dan Orde Baru.
Pelanggaran-pelanggaran HAM selama rezim Orde Baru tentu masih terpaterai dalam ingatan kita. Ingat saja pada peristiwa tahun 1965, dimana ribuaan (mungkin Jutaan) orang dieksekusi dengan hukuman mati atau dibuang ke pulau Buru tanpa suatu proses peradilan. Peristiwa Lampung, Tanjung Priok, Santa Cruz dan yang terakhir peristiwa kerusuhan mei 1998, peristiwa Trisakti dan Semanggi.
Masih ada seribu satu macam peristiwa dan kasus seperti kasus orang hilang, kasus penahanan tanpa prosedur, kasus penggusuran terhadap rakyat kecil yang tak berkeprikemanusiaan, dsb.
Kita melihat bagaimana hak orang untuk mengeluarkan pendapat, untuk berdemonstrasi, untuk berpolitik, bahkan untuk tinggal dan hidup dilanggar.
Yang paling menderita dan tak berdaya ialah orang-orang miskin (rakyat jelata) dan kaum perempuan (serta anak-anak).






2.      Pelanggaran Hak Asasi terhadap Kaum Miskin
Kata “miskin” biasanya diartikan dalam pengertian ekonomis, yaitu orang yang hidup tidak layak dalam hal sandang, pangan, dan papan. Namun, kata “miskin” mempunyai arti yang lebih luas, bukan hanya dalam hal memenuhi kebutuhan dasar saja. Kata “miskin” juga mencakup ketiadaan hak dalam partisipasi pengambilan keputusan politik, kasus orang yang teramcam hidupnya, terbelenggu kebebasannya untuk bersuara, berpendapat dan berserikat, serta orang yang tidak mendapatkan tempat dalam masyarakat. Kaum miskin adalah mereka yang tidak mendapatkan tempat dalam masyarakat. Kaum miskin adalah mereka yang menerima tindakan ketidakadilan.
Orang-orang miskin di desa-desa adalah para petani, khususnya petani garapan, para nelayan, perajin, dan penganggur. Orang-orang miskin dikota-kota adalah para buruh. Selain para buruh, perlu disebut juga para pemulung, gelandangan, pelacur, pelacur, preman, pedagang kaki lima, penjual surat kabar, anak jalanan, dan pembantu rumah tangga. Mereka adalah kelompok-kelompok yang saling miskin secara ekomonis, tetapi juga secara politis. Mereka hampir tidak mempunyai hak. Mereka tidak dilindungi oleh sistem hukum di daerah didaerah perkotaan. Kebanyakan dari mereka adalah migrant musiman atau migrant tetap dari desa-desa. Kelompok-kelompok yang bekerja pada sector informal dan penganggur inilah yang keadaannya lemah dan tidak mempunyai kepastian dan harapan akan masa depan serta tidak dilindungi oleh hukum. Mereka setiap saat dapat diperlakukan semena-mena oleh berbagai pihak mulai dari aparat pemerintah hingga sesama migrant. Mereka tidak dapat membela kepentingannya karena sarana kesejahteraan sosial dan hukum yang masih sangat kurang pandai.
3.      Pelanggaran Hak Asasi terhadap Kaum Perempuan
Perendahan martabat kaum perempuan sudah berlangsung lama, mungkin sejak sejarah awal umat manusia. Kaum perempuan senantiasa diposisikan lebih rendah.
Posisi lebih rendah (subordinate) inilah yang menjadi sumber perlakuan tidak adil terhadap perempuan, karena posisi ini mengkondisikan ketidakberdayaan perempuan. Pranata sosial yang berdasarkan pada pandangan relasi timpang ini akan menciptakan berbagai macam diskriminasi yang akhirnya muncul dalam berbagai bentuk ketidakadilan gender.
Bentuk-bentuk ketidakadilan terhadap perempuan dapat disebut antara lain:
o   Kaum perempuan kurang mendapat tempat dan peran dilembaga-lembaga Negara, seperti lembaga eksekutif dan legeslatif.
o   Diskriminasi undang-undang atau perempuan terhadap perempuan, lebih-lebih diperusahaan-pereusahaan. Misalnya, gaji atau upah bagi perempuan sering lebih lendah dibanding dengan laki-laki, walaupun perejaannya sama.
o   Wanita karier sering harus bekerja rangkap, di tempat kerja dan di rumah.
o   Perempuan sering dijadikan sumber devisa sebagai TKW, tetapi sering tanpa perlindungan hukum.
o   Perempuan (dan anak-anak) sering diperdagangkan dan dijadikan wanita penghibur/pelacur.
Salah satu bentuk pelanggaran yang mengerikan adalah kekerasan terhadap kaum perempuan. Ada macam-macam kekerasan dimana korban mengalami tekanan baik jasmani maupun rohaninya. Wilayah terjadinya dapat dalam diri perempuan itu sendiri, dalam keluarga, dalam lembaga kerja, dalam Gereja, dalam masyarakat, dan dalam Negara.
Kekerasan terhadap kaum perempuan tidak dapat dipandang hanya sebagai tindak criminal yang dilakukan oleh sekelompok penjahat atau orang yang sakit mental. Mengenai pemerkosaan, misalnya, beberapa penelitian di Manca Negara maupun di Tanah Air (di Indonesia dibuat antara lain oleh Kalyabanitra) menunjukkan bahwa tindakan kekerasan ini justru dilakukan oleh orang-orang normal yang dikenal baik oleh korban; ayah, suami, teman, sanak saudara, rekan kerja, pemimpin perusahaan. Indonesia memang masih termasuk Negara yang hak asasi warganya belum terlalu terjamin.









4.      Sebab Terdalam Terjadinya Pelanggaran HAM
terjadinya ketidakadilan dan pelanggaran HAM sering disebabkan oleh struktur kemasyarakatan yang diciptakan oleh orang-orang yang memiliki kekuasaan dan uang. Mayoritas bangsa Indonesia berada dalam keadaan terjepit dan menjadi bulan-bulanan kaum penguasa dan kaum kaya. Sistem sosial, politik dan ekonomi yang disusun penguasa dan pengusaha menciptakan ketergantungan rakyat jelata kepadanya, sehingga mereka dapat bertindak sewenang-wenang.
Disamping itu, pembangunan ekonomi, sosial, dan politik dunia dewasa ini belum menciptakan kesempatan yang luas bagi “orang-orang kecil”, melaikan justru mempersempit ruang gerak “orang-orang kecil” untuk mengungkapkan jati dirinya secara penuh. Kita dapat melihatnya dalam lingkup yang besar didalam percaturan Negara dan kita dapat mengalaminya didalam lingkup yang kecil dilingkungan kita sendiri. Orang-orang kecil tetap saja menjadi orang yang tersisih dan menderita.
Ketidakadilan dan pelanggaran HAM terhadap perempuan disebabkan oleh struktur dan sistem kemasyarakatan yang tidak adil, yang telah diciptakan oleh kaum laki-laki. Laki-laki telah menciptakan masyarakat patriarkhi. Budaya patriarkhi mengajarkan bahwa garis keturunan anak ditentukan oleh garis dari ayah, maka semua pranata sosial tentang kehidupan dilatarbelakangi oleh pandangan patriarkhi. Ayah menjadi penentu keturunan, maka dalam proses kehidupan kaum laki-laki menjadi sebuah sistem yang kuat dan dianggap benar. Kekuasaan ini dibangun  diatas dasar pandangan pasangan (biner) laki-laki dan busordinat bagi perempuan.
Singkat kata : struktur dan sistem politik, ekonomi, dan budaya masyarakat yang diciptakan oleh kaum penguasa dan kaum kaya menjadi sebab dari segala ketidakadilan dan pelanggaran HAM yang dialami kebanyakan rakyat kecil.