Wednesday, August 21, 2013

USAHA MENEGAKKAN HAM DI INDONESIA

USAHA MENEGAKKAN HAM DI INDONESIA

1.      Pemerintahan
Sejak memasuki era reformasi, kita mengalami situasi yang lebih bebas dibandingkan dengan zaman Orde Baru. Sekarang kita dapat bebas mengemukakan pendapat, berdemonstrasi, berserikat, dsb. Hak Asasi kita sedikit mendapat peluang.namun, masih banyak hak asasi dan hak sipil warga yang belum sungguh ditegakkan, terlebih hak rakyat kecil.
Kita memiliki lembaga-lembaga penegak hukum seperti pengadilan, kejaksaan, dan kepolisian, namun tidak berfungsi seperti semestinya, bahkan disana-sini menjadi sarang pelanggaran HAM. Lembaga eksekutif dan legeslatif belum semuanya bersih dari dosa pelanggaran HAM.
Pemerintahan mengeluarkan Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia, Keputusan Presiden tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Tap MPR tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang RI tentang Kemerdekaan menyampaikan Pendapat di Muka Umum, Undang-Undang RI tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Ketentuan-ketentuan tersebut sebenarnya menjadi tanda bahwa bangsa Indonesia begitu konsen dalam menegakkan hak asasi Manusia, tetapi sering hanya tinggal diatas kertas.

2.      Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)
Komnas HAM  sudah dibentuk sejak rezim Orde Baru. Lembaga ini sekarang mungkin sudah berfungsi lebih baik dibandingkan dengan pada masa rezim Orde Baru. Namun, lembaga ini masih sulit bekerja secara maksimal, karena sering berhadapan dengan tembok sistem dan struktur politik yang sulit ditembus. Kesulitan lain ialah bahwa anggota Komnas HAM dimasuki oleh unsure-unsur yang mempunyai kepentingan sendiri, yang menyebabkan Komnas HAM berjalan tersendat-sendat.
Banyak lembaga swasta lain seperti : Indonesian Corruption Wacth (ICW), Komisi untuk orang hilang dan korban tindak kekerasan (Kontras),dll.sering mandeg, sebab mereka sering dihalang oleh sistem dan struktur politik, ekonomi, dan budaya yang ada.

3.      Gereja
Sepanjang sejarahnya, Gereja dengan berbagai cara telah memperjuangkan nasib orang-orang miskin, walaupun tidak selalu tepat dalam cara dan waktunya.
Enklisik-enklisik para Paus merupakan acuan pertama bagi ajaran sosial Gereja untuk memperjuangkan kaum miskin. Di samping enklisik-enklisik, ada pernyataan dari konferensi-konferensi para uskup yang memabahas tentang pewartaan iman untuk menanggapi tantangan kemasyarakatan dan politik dalam hubungannya dengan rakyat miskin. Konperensi Wali gereja Indonesia (KWI) dalam banyak surat gembalanya menyerukan supaya hak-hak rakyat kecil diperhatikan dan ditegakkan.
KWI selalu berpegang teguh pada ajaran sosial Gereja antara lain menegaskan bhawa “ karena semua manusia mempunyai jiwa berbudi dan diciptakan menurut citra Allah, karena mempunyai kodrat dan asal yang sama, serta karena penebusan Kristus mempunyai panggilan dan tujuan ilahi sama, maka kesamaan asasi antara manusia harus senantiasa diakui “ (Gaudium et Spes, Art 29).
Dari ajaran diatas tampak pandangan Gereja tentang hak asasi, yakni hak yang melekat dari diri manusia sebagai insan ciptaan Allah. Hak ini tidak diberikan kepada seseorang karena kedudukan, pangkat atau situasi; hak ini dimiliki setiap orang sejak lahir, karena dia seorang manusia. Hak ini bersifat asasi bagi manusia, karena jika hak ini diambil, ia tidak dapat hidup sebagai manusia lagi. Oleh karena itu, hak asasi manusia merupakan tolok ukur dan pedoman yang tidak dapat diganggu gugat an harus di tempatkan di atas segala aturan hukum.

Gereja mendesak diatasinya dan dihapusnya “ setiap bentuk diskriminasi, entah yang bersifat sosial atau kebudayaan, entah yang didasarkan pada jenis kelamin, warna kulit, suku, keadaan sosial, bahasa ataupun agama, karena berlawanan dengan maksud dan kehendak Allah” (Gaudium et Spes, Art. 29).